"Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba 'alaikumush shiyaamu
kamaa kutiba 'alal ladziina min qablikum la'allakum tattaqquun" (Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa)
(Al-Baqarah, 2 :183)
Seruan ayat di atas
khususnya ditujukan hanya bagi orang-orang yang beriman. Ini bermakna
bahwa tidak ada arti apa-apa bagi amal seseorang jika dilakukan "tidak"
berdasarkan iman. Betapapun mulianya amal perbuatan seseorang, jika
dilakukan tanpa dasar iman dengan niat semata-mata ingin mencapai ridha
Allah, maka sia-sialah amalnya karena dia tidak menjadi amal yang
shaleh di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala.
Berkaitan
dengan Ramadhan, ada beberapa hadits yang memberikan arahannya. Di
antaranya dalam sebuah hadits Qudsi dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu berkata: Nabi Shallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Setiap
amal Bani Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan sepuluh kali
lipat sampai tujuh ratus kali lipat Allah berfirman: "kecuali shaum,
shaum itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memperhitungkannya" (HR.
Muslim).
Melalui Rasul-Nya, Allah Subhana Wa Ta'ala
menjanjikan bahwa setiap amal akan dilipatgandakan pahalanya minimal 10
kali lipat. Dengan pernyataan ini sering timbul pertanyaan, di manakah
letak nilai pahala 1-9 ? Jawabnya, nilai 1 untuk pahala niatnya,
sedangkan nilai 2-9 adalah untuk pahala upaya dan ikhtiar. Melalui
penggandaan pahala amal ini sebenarnya Allah Subhana Wa Ta'ala
memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi seorang mu'min untuk bisa
meraih syurga-Nya. Hal ini merupakan sebuah motivasi atau dorongan bagi
seorang mu'min untuk senantiasa berupaya dapat meraihnya.
Untuk
mencapai hal tersebut tentu ada syarat yang mendasarinya yakni harus
niat ikhlas beribadah hanya kepada-Nya. Allah Subhana Wa Ta'ala
berfirman: "Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah dia mengerjakan amal shaleh dan janganlah dia
mempersekutukan Tuhan-Nya dalam beribadah dengan seorang pun" (QS. Al
Kahfi, 18 : 110). Ayat ini bukanlah membicarakan tentang musyrik besar,
tapi berbicara tentang mempersekutukan Allah dalam beribadah (riya).
Misalnya, seorang beribadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala tapi masih
berharap juga memperoleh pujian orang lain. Maka hati-hatilah dalam
meluruskan dan memurnikan niat ikhlas beribadah kita.
Kenapa Allah Subhana Wa Ta'ala sampai harus menyatakan, bahwa shaum itu khusus "untuk-Ku"? Pernyataan ini mengandung arti bahwa masih "sangat dimungkinkan" bahwa seseorang melakukan amal, baik shalat, zakat, haji maupun bersedekah bukan karena Allah. Tapi untuk shaum "sangat kecil" kemungkinan seseorang itu shaum bukan karena Allah.
Dalam lanjutan hadits, Allah Subhana Wa Ta'ala menjanjikan bagi seseorang yang bisa mencapai "hakikat" shaum, dijanjikan bahwa dia akan memperoleh "dua" kebahagiaan atau kenikmatan. Kenikmatan pertama,
dia akan memperoleh kenikmatan saat berbuka. Kenikmatan ini bisa
diperoleh seseorang yang shaum setelah dari terbit fajar hingga
terbenam mataharibisa mengendalikan hawa nafsunya dari perbuatan yang
tidak diridhai Allah. Allah Subhana Wa Ta'ala sangat menghargai upaya
seorang mu'min yang mau memelihara dan meningkatkan ketakwaannya dengan
meninggalkan kecenderungan fujur demi memperoleh ridha-Nya.
Lalu adakah maksud tertentu di balik perintah "Shaum"
(menahan diri) untuk menikmati sesuatu yang halal dari terbit fajar
hingga terbenam matahari ? Padahal, yang akan dinikmati itu adalah
milik sendiri yang halal. Maksud dari latihan selama sebulan shaum dari
yang halal itu adalah diharapkan sebelas bulan berikutnya di luar bulan
Ramadhan semestinya seseorang yang telah menunaikan shaum Ramadhan
lebih lagi mampu shaum (menahan diri) dari yang haram. Inilah
sebenarnya hakikat shaum yang dikehendaki oleh Allah yang jika dipenuhi
oleh setiap Mu'min, dipastikan ia akan mencapai derajat termulia di
sisi Allah Subhana Wa Ta'ala yakni Muttaqien sebagai buah dari shaumnya
(Q.S. Al Baqarah, 2:183).
Kenikmatan kedua,
orang yang bisa mencapai hakikat shaum dijanjikan Allah di akhirat
kelak dia bisa berjumpa dengan Allah Subhana Wa Ta'ala. Inilah
merupakan puncak kebahagiaan hidup yang di cita-citakan seorang mu'min
di mana dirinya bisa berjumpa dengan Allah di syurga.
Pada
ujung hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini dinyatakan bahwa,
"bau mulut orang yang sedang shaum itu di sisi Allah lebih wangi
daripada minyak kasturi". Pernyataan Allah Subhana Wa Ta'ala yang ini
menunjukkan bahwa setiap orang yang shaum dan shaumnya baik dan benar
sesuai yang dicontohkan Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka
semua aspek kehidupannya dihargai oleh Allah. Dari mulai ucap, sikap
dan perilakunya akan bernilai di sisi Allah Subhana Wa Ta'ala. Kenapa
bisa disimpulkan demikian ? Karena bau mulut seorang yang sedang shaum
saja masih dihargai Allah Subhana Wa Ta'ala.
Agar
seseorang dapat mencapai derajat takwa yang tertinggi (Q.S. Al
Hujuraat, 49 : 13), maka dia dituntut menunaikan amal ibadah termasuk
di dalamnya ibadah shaum dengan penuh kesungguhan sehingga tidak sampai
terancam oleh peringatan Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam yang
dalam haditsnya menyatakan, "Alangkah banyaknya orang yang melakukan ibadah shaum, mereka tidak memperoleh apa-apa dari shaumnya kecuali lapar dan dahaga"
(HR. Ahmad dan Hakim). Inilah yang mesti kita khawatirkan, bagaimana
agar jangan sampai kita termasuk golongan mayoritas orang shaum yang
tidak pernah sampai lagi tujuan yakni menjadi insan yang muttaqien.
Oleh karena itu, yang mesti kita persiapkan adalah pertama, niatkan ibadah shaum kita semata-mata hanya karena Allah. Kedua,
upayakan semaksimal mungkin agar jangan sampai ibadah shaum kita hanya
dapat memenuhi syariat saja, melainkan hakikat shaum kita dengan
menahan diri dari segala yang diharamkan-Nya.
Shaumlah
mata kita dari melihat dan memandang sesuatu yang diharamkan. Shaumlah
tangan kita dari meraba, memegang, menyentuh, memberi, menerima dan
menandatangani surat-surat yang bukan hak tangan kita
menandatanganinya. Shaumlah kaki kita dari melangkah ke jalan yang
tidak diridhai Allah, shaumlah lidah kita dari mengucapkan kata-kata
yang tidak pantas diucapkan, shaumlah akal kita dari berfikir yang
tidak benar, shaumlah segala kehidupan kita dari yang diharamkan-Nya.
Shaum
yang seperti ini yang akan menjadikan orang mu'min menjadi muttaqin (Al
Baqarah, 2 : 183), yang merupakan gelar tertinggi untuk seorang mu'min
di sisi Allah (QS. Al Hujuraat, 49:13). Mustahil seseorang bisa
memperoleh gelar yang tinggi di hadapan Allah hanya dengan tidak minum
dan makan dalam kurun waktu sebulan, pasti yang dimaksud dalam hal ini
shaum yang benar-benar membuat seseorang tidak melakukan sesuatu yang "tidak" diridhai Allah.
Semoga
seluruh rangkaian ibadah kita di bulan suci Ramadhan kali ini dapat
mengantarkan kita untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria takwa yang
sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Amin!
Wallahu a'lam bish-shawab.
MUTIARA HADITS & AL-QUR'AN
Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala (keridhaan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu" (HR. Bukhari).
0 komentar:
Silahkan untuk memberikan komentar di sini :
Kirimkan kritik dan saran anda?