"SANG PEMINPIN"
"SANG PEMINPIN"
“
Leadership (kepemimpinan) adalah fenomena yang paling banyak dicermati dan paling jarang dimengerti”-James Macgregor Burns-(1978). Bagus Takwin dalam tulisannya yang berjudul membedah akar-akar kepemimpinan berpendapat bahwa meskipun begitu banyak kajian tentangnya. Kepemimpinan tampil sebagai konsep multi-tafsir dengan beragam definisi, tidak dikenali batas-batasnya sehingga tidak dapat dipisahkan secara jelas dan terpilah dari hal-hal yang lain. Dalam pembahasannya mengenai batasan kata kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan bukanlah suatu ‘substansi’ dengan pengertian bukan sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak hanya ada untuk dirinya sendiri. Kepemimpinan bersifat ‘relasi’ sesuatu yang keberadaannya terhubung dengan hal lain, sesuatu yang tidak dapat dikatan ada tanpa keberadaan hal yang berhubungan dengannya. Seperti kemanusiaan atau keadilan yang tak dapat dilihat langsung maknanya, kepemimpinan adalah sesuatu yang abstrak yang dihasilkan manusia dalam proses interaksinya dengan lingkungan. Dengan kata lain, kita harus mampu memahami konteks yang melingkupi kepemimpinan untuk dapat memahaminya. Secara lebih mendasar, kepemimpinan bukan hanya bicara tentang bagaimana menjadi pemimpin tetapi lebih jauh lagi bagaimana menjadi manusia. Dan kepemimpinan erat hubungannya dengan kondisi masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang bersama-sama berusaha mencapai tujuan tertentu, mencapai kesejahteraan. Dengan kata lain, konsep kepemimpinan haruslah berorientasi kepada pencapaian kesejahteraan orang banyak. Karena, pada keberadaan realitas seorang pemimpin tak dapat lepas dari tujuan suatu kelompok atau golongan. “Ketegasan perintah ada di mulutnya, ketajaman persepsi ada di hatinya, dan keadilan dilidahnya.” Itulah kualitas pemimpin dalam cerita tentang Firaun yang tertuang lewat goresan-goresan hieroglif. Kepemimpinan digambarkan sebagai perpaduan antara pikiran, ucapan, perasaan dan kehendak untuk menghasilkan peraturan yang tegas, kebijakan yang menentramkan dan keadilan yang menyejahterakan. Kepemimpinan bukan hanya soal mempengaruhi dan mengorganisir suatu sekumpulan, kelompok atau golongan. Dalam tujuannya untuk mencari kebenaran bersama. Sang pemimpin harus percaya pada kemampuannya sendiri, dan harus dapat mempertahankan diri. Bukan tidak mungkin, seorang pemimpin kehidupannya selalu berkutat dengan persepsi sinis pihak yang merasa tidak sejalan, yang keberadaannya dapat meniadakan kepercayaan terhadap kualitas seorang pemimpin. Cukup jelas, seharusnya seorang pemimpin dihormati dan keberadaannya harus lebih ditinggikan dari pengikutnya. Niccolo Machiavelli dalam bukunya sang penguasa berpendapat, “ bila penguasa (pemimpin) yang sah memiliki sedikit maksud dan kebutuhan untuk melukai perasaan, lazimnya ia dicintai. Bila tak ada hal luar biasa yang membuatnya dibenci, masuk akal bagi warganya (pengikutnya) untuk taat padanya”. Suatu tanggung jawab besar sebagai rakyat (pengikut) untuk tetap percaya pada pemimpinnya. Dalam kerangka kepemimpinannya, seorang pemimipin haruslah memiliki kebijaksanaan, daya atau potensi untuk pencapaian kebenaran. Dan setidaknya seorang pemimpin memiliki pengetahuan tentang apa yang dipercayakan padanya serta harus dapat dipertanggungjawabkan. “Keutamaan seorang pemimpin adalah pengetahuannya tentang kebenaran dan jalan mencapai kebahagiaan manusia. Kepemimpinan adalah kebijaksanaan yang memungkinkan manusia mengenali kebenaran, rasionalitas yang melahirkan kebahagiaan dan moralitas yang menjaga kelurusan di jalan yang benar”-Plato-. Mutlak sebagai seorang pemimpin memiliki daya juang untuk mengangangkat suatu kebajikan yang tersirat suatu kebenaran. Dan seorang pemimpin haruslah mengandalkan apa yang ada dalam dirinya, apa yang ada dalam kekuasaannya, dan bukan pada apa yang ada dalam kekuasaan orang lain. Lao-tzu dalam kitab Tao Te Ching menggambarkan seorang pemimpin sebagai suatu harmoni alam. “Kepemimpinan adalah harmoni, kesediaan dan kelenturan mengikuti alam. dengan kata lain mampu meniadakan kediriannya, melepaskan egonya demi kepentingan pengikutnya.” Kepemimpinan adalah pelayanan, bukan kedirian atau kepribadiaan seseorang. Pemimpin yang bijak seperti air, membersihkan dan menyegarkan segala makhluk tanpa pilih kasih dan tanpa penilaian, bebas dan tak kenal takut masuk ke bagian terdalam setiap benda, cair dan responsive, mengikuti hukum dengan bebas. Bebas dalam artian dapat dipertanggungjawabkan. “Kepemimpinan adalah pengaturan atau pelurusan segala hal yang menyimpang dari tata cara alami. mengatur rakyat. Mengatur adalah meluruskan”-Confucius-. Pemimpin memerintah rakyat (pengikutnya) dan bukan menguasai rakyat (pengikutnya). Dalam tujuannya untuk pencapaian cita-cita bersama, sang pemimpin dalam konsep perjuangannya haruslah menciptakan suatu kondisi yang mana saling bekesinambungan dengan kepentingan bersama. Dengan kata lain, pergerakan kemana arah kepemimpinan harus selalu berada dalam konteks tujuan bersama. Menarik sepertinya berbicara tentang kesetiaan seorang pemimpin. Niccolo Machiavelli memiliki pandangan kompleks dari mana asal kesetiaan itu akan terasa amat tertanam pada nurani sang pemimpin. Nurani yang berarti tertanam jauh teramat dalam yang menjadikannya sebagai penonggak pemikiran dan pemandu jalan untuk sesuatu yang kita sebut sebelumnya sebagai tujuan bersama. “Tiap orang tahu betapa terpuji bagi seorang penguasa (pemimpin) untuk memelihara kepercayaan yang baik dan hidup dalam integritas, bukan dengan kelihaian”. Integritas yang berarti sesuatu yang baik atau hal-hal yang besar yang telah dicapai sang pemimpin meski terkadang mungkin kurang mendapatkan penghargaan. Namun pencapaiaan itulah sebagai kepuaasan sistem kerja seorang pemimpin dan bukan pujian ataupun penghargaan. Sedangkan kelihaian yang mampu membingungkan otak orang-orang lain adalah sesuatu yang mestinya tak dimiliki oleh setiap pemimpin. terserah anda ingin mengartikan kelihaian itu seperti apa. Yang jelas, pemimpin yang jujur berarti menjadikan kesetiaan sebagai landasan mereka. Dan perlu bagi seorang pemimpin menghindari sifat yang dianggap buruk yang dapat membuatnya kehilangan kekuasaan. Terlepas dari bagaimana seorang pemimpin memerintah dengan caranya. Setiap orang akan mengakui seorang pemimpin patut dipuji bila memiliki semua kualitas yang baik. Namun perlu dicamkan oleh setiap pengikutnya bahwa tidak semua itu bisa dimiliki atau dijalankan. Karena kondisi manusia tak memungkinkannya. Kita percaya bahwa tak ada manusia yang sempurna meskipun angan kita terkadang selalu membayangkan hal yang sempurna. Hal yang paling bijak ketika kita membicarakan sebuah kesempurnaan adalah berusaha mendekati kesempurnaan yang dimaksud.
Label:
kaidah ISLAM

Diposkan oleh
catatan q,,,,!!!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Silahkan untuk memberikan komentar di sini :
Kirimkan kritik dan saran anda?