Lemah
Lembutlah dalam Bertutur Kata
Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik hingga akhir zaman. Semakin maju zaman, semakin manusia
menjauh dari akhlaq yang mulia. Perangai jahiliyah dan kekasaran masih meliputi
sebagian kaum muslimin. Padahal Islam mencontohkan agar umatnya berakhlaq
mulia, di antaranya adalah dengan bertutur kata yang baik. Akhlaq ini semakin
membuat orang tertarik pada Islam dan dapat dengan mudah menerima ajakan.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita perangai yang mulia ini. Perintah
Allah untuk Berlaku Lemah Lembut Allah Ta’ala berfirman, وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ
لِلْمُؤْمِنِينَ “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. ”
(QS. Al Hijr: 88) Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “’Berendah
dirilah‘ yang dimaksud dalam ayat ini hanya untuk mengungkapkan agar seseorang
berlaku lemah lembut dan tawadhu’ (rendah diri).”[1] Jadi sebenarnya ayat ini
berlaku umum untuk setiap perkataan dan perbuatan, yaitu kita diperintahkan
untuk berlaku lemah lembut. Ayat ini sama maknanya dengan firman Allah Ta’ala,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ الله لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ القلب
لاَنْفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali
Imron: 159). Yang dimaksud dengan bersikap keras di sini adalah bertutur kata
kasar.[2] Dengan sikap seperti ini malah membuat orang lain lari dari kita. Al
Hasan Al Bashri mengatakan, “Berlaku lemah lembut inilah akhlaq Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di mana beliau diutus dengan membawa akhlaq
yang mulia ini.”[3] Keutamaan Bertutur Kata yang Baik Pertama: Sebab
Mendapatkan Ampunan dan Sebab Masuk Surga Dari Abu Syuraih, ia berkata pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, يَا رَسُولَ اللَّهِ، دُلَّنِي عَلَى
عَمِلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu
amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Beliau bersabda, إِنَّ مِنْ
مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ بَذْلُ السَّلامِ، وَحُسْنُ الْكَلامِ “Di antara sebab
mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan bertutur kata yang
baik.”[4] Kedua: Mendapatkan Kamar yang Istimewa di Surga Kelak Dari ‘Ali, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di surga terdapat kamar-kamar yang
bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari
luar.” Kemudian seorang Arab Badui bertanya, “Kamar-kamar tersebut
diperuntukkan untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau pun bersabda, لِمَنْ
أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ
بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ “Kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa saja
yang tutur katanya baik, gemar memberikan makan (pada orang yang butuh), rajin
berpuasa dan rajin shalat malam karena Allah ketika manusia sedang terlelap
tidur.”[5] Ketiga: Bisa menggantikan Sedekah Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Tutur kata yang baik adalah sedekah.”[6] Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ
تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ “Selamatkanlah diri kalian
dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak
mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.”[7] Ibnul Qayyim
mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tutur kata yang baik
sebagai pengganti dari sedekah bagi yang tidak mampu untuk bersedekah.”[8] Ibnu
Baththol mengatakan, “Tutur kata yang baik adalah sesuatu yang dianjurkan dan
termasuk amalan kebaikan yang utama. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(dalam hadits ini) menjadikannya sebagaimana sedekah dengan harta. Antara tutur
kata yang baik dan sedekah dengan harta memiliki keserupaan. Sedekah dengan
harta dapat menyenangkan orang yang diberi sedekah. Sedangkan tutur kata yang
baik juga akan menyenangkan mukmin lainnya dan menyenangkan hatinya. Dari sisi
ini, keduanya memiliki kesamaan (yaitu sama-sama menyenangkan orang lain).”[9]
Keempat: Menyelematkan Seseorang dari Siksa Neraka Dalilnya adalah hadits Adi
bin Hatim di atas. Ibnu Baththol mengatakan, “Jika tutur kata yang baik dapat
menyelamatkan dari siksa neraka, berarti sebaliknya, tutur kata yang kotor
(jelek) dapat diancam dengan siksa neraka.”[10] Kelima: Dapat Menghilangkan
Permusuhan Ibnu Baththol mengatakan, “Ketahuilah bahwa tutur kata yang baik
dapat menghilangkan permusuhan dan dendam kesumat. Lihatlah firman Allah
Ta’ala, ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ
عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ “Tolaklah (kejelekan itu) dengan cara yang
lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34-35).
Menolak kejelekan di sini bisa dengan perkataan dan tingkah laku yang
baik.”[11] Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan,
“Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat
marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika
ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan
melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah
yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik
semacam ini.” Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan
seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg
menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.”[12]
Berlaku Lemah Lembut Bukan Berarti Menjilat Perlu dibedakan antara berlaku
lemah lembut dengan tujuan membuat orang tertarik dan berlaku lembah lembut
dengan maksud menjilat. Yang pertama ini dikenal dengan mudaroh yaitu berlaku
lemah lembut agar membuat orang lain tertarik dan tidak menjauh dari kita. Yang
kedua dikenal dengan mudahanah yaitu berlaku lemah lembut dalam rangka menjilat
dengan mengorbankan agama. Sikap yang kedua ini adalah sikap tercela
sebagaimana yang Allah firmankan, وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ “Maka
mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula
kepadamu).” (QS. Al Qalam: 9) Ibnu Jarir Ath Thobari menafsirkan ayat di atas,
“Wahai Muhammad, orang-orang musyrik tersebut ingin kalian berlaku lembut pada
mereka (dengan mengorbankan agama kalian) dengan memenuhi seruan untuk
beribadah kepada sesembahan mereka. Jika kalian demikian, maka mereka akan
berlaku lembut pada kalian dalam ibadah yang kalian lakukan pada sesembahan
kalian.”[13] Oleh karenanya, orang yang bersikap mudaroh akan berlemah lembut
dalam pergaulan tanpa meninggalkan sedikitpun prinsip agamanya. Sedangkan orang
yang bersikap mudahin, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara
meninggalkan sebagian dari prinsip agamanya. Hendaknya kita bisa memperhatikan
perbedaan antara mudaroh dan mudahanah. Lemah lembut yang dituntunkan adalah
dalam rangka membuat orang tertarik dengan akhlaq kita yang baik. Sikap pertama
inilah yang akan membuat orang menerima dakwah, namun tetap dengan
mempertahankan prinsip-prinsip beragama. Sedangkan lemah lembut yang tercela
adalah jika sampai mengorbankan sebagian prinsip beragama dan mendiamkan
kemungkaran tanpa adanya pengingkaran minimalnya dengan hati. Semoga Allah
senantiasa menganugerahkan kepada kita tutur kata yang baik dan akhlaq yang
mulia. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi
sempurna. Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.com Diselesaikan
dengan anugerah Allah di Panggang-Gunung Kidul, 24 Muharram 1431 H [1] Adhwaul
Bayan, Muhammad Al Amin Asy Syinqithi, 3/238, Dar Ilmi Al Fawaid. [2] Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 3/233, Muassasah Qurthubah. [3] Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azhim, 3/232, [4] HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir no. 469 (Maktabah Al
‘Ulum wal Hikam, cetakan kedua, 1404 H). Al ‘Iroqi dalam Takhrij Al Ihya’
(2/246) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Al Albani
dalam As Silsilah Ash Shohihah (1035) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih
dan perowinya terpercaya. [5] HR. Tirmidzi no. 1984 dan Ahmad (1/155). Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. [6] HR. Ahmad (2/316) dan
disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya secara mu’allaq (tanpa sanad).
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai
syarat Bukhari-Muslim. [7] HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016. [8] ‘Iddatush
Shobirin wa Dzakhirotusy Syakirin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Mawqi’ Al
Waroq [9] Syarh al Bukhari, Ibnu Baththol, 17/273, Asy Syamilah. [10] Syarh al
Bukhari, 4/460. [11] Syarh al Bukhari, 17/273. [12] Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 12/243. [13] Tafsir Ath Thobari, Ibnu Jarir Ath Thobari, 23/157,
Tahqiq: Dr. Abdullah bin Abdil Muhsin At Turki, Dar Hijr.
Lemah Lembutlah dalam Bertutur Kata
Label:
kaidah ISLAM

Diposkan oleh
catatan q,,,,!!!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Silahkan untuk memberikan komentar di sini :
Kirimkan kritik dan saran anda?